Oleh : Kemala P.
Langkah Windy lesu, ia berjalan sempoyongan menuju kamarnya. Saat ia membuka pintu kamarnya, sepi langsung menghampirinya. Terlebih saat ia membaringkantubuhnya di kasur. Yang terdengar hanyalah helaan nafasnya, bahkan detak jampun tak terdengar. Angin malam yang biasanya dingin juga tak terasa disana. Windy biasanya selalu riang. Teman-temannya di SMAN 99 Jakarta Timur juga selalu melihat senyum di wajahnya setiap pagi dan di sepanjang aktivitas Windy di sekolah. Senyum yang selalu menyinari wajahnya itu disebabkan karna banyak hal menyenangkan dalam hidupnya. Antara lain, nilai-nilai pelajaran di sekolahnya selalu tinggi, orang tua yang menyayanginya dan teman-teman yang menyenangkan.
Namun, sejak dua minggu yang lalu Windy kehilangan semua keceriaannya. nilai pelajarannya tak sebaik dulu. Teman-temannya kini berkurang banyak. Bahkan kini Windy mempunyai beberapa musuh. Salah satunya yaitu Lila.
Dahulu Windy memanggil Lila "Sahabat". Karena memang Windy mengenal Lila sejak 3 tahun lalu, yaitu saat mereka sama-sama bersekolah di SMPN 104 Jakarta Timur. Bagi Windy, Lila adalah sosok sahabat yang sangat ramah, pengertian, jujur, setia, dan pintar sepertinya. Sampai masuk SMA mereka tetap bersahabat.
Jika mengingat Lila, Windy kembali merasa kesepian. Ditambah dengan sepinya kamar Windy. Bahkan orang tuanya mengira ia tidak berada di dalam kamarnya, karena memang tak terdengar apapun disana. Windy sendirian, dengan tatapan kosong ke arah langit-langit kamarnya yang berdebu. Melamun dan mengingat bagaimana awal pertengkarannya dengan Lila. Yang sekaligus adalah akhir persahabatan mereka.
Dua munggu yang lalu, tepatnya hari Kamis. Windy sedang brjalan sambil sedikit berlari-lari kecil. Ia menggenggam topi dan dasi milik Lila yang tertinggal di kelasnyasaat meminjam buku tadi. Windy hendak mencari Lila di kantin. Sesampainya di pintu kantin, Windy melihat Lila dan Edwin sedang duduk berdua. jelas itu membuat Windy heran sekailigus marah.
Pasalnya, sejak SMP Windy memang mengagumi Edwin. Bahkan sampai saat itu perasaan Windy tetap sama terhadap Edwin. Lila tahu betul bagaimana perasaan sahabatnya itu kepada Edwin. Namun, mengapa sahabatnya sendiri tega menyakitinya ?
Untuk memastikan dugaan Windy bahwa Lila berpacaran dengan Edwin, maka Windy bertanya kepada tiga orang temannya yang saat itu sedang berada di kantin. Ternyata ketiga jawaban mereka sama, yaitu Lila dan Edwin memang berpacaran.
kemarahan Windy kepada Lila semakin menjadi-jadi. Segera Windy berjalan ke arah Lila. Dan di depan Lila ia berkata, " Nih ! Makasih !" Windy bicara ketus sambil sambil menaruh topi dan dasi Lila di meja tempat Lila dan Edwin makan.
"Win, dengerin penjelasan aku dulu. Ini nggak seperti yang kamu lihat.:
"Bodo amat!" bentak Windy
Setelah itu Windy berjalan menuju pintu keluar kantin dan pulang ke rumah.
Lila yang sedang duduk tak dapat berbuat apa-apa karena terlalu takut, gugup, dan malu. Ia hanya duduk dan terdiam. Ia sedikitpun tidak menggubris kata-kata Edwin. Ia hanya ingin meminta maaf pada Windy, namun ia tak sanggup. Ia terlalu jahat, mungkan kesalahaannya kali ini tidak termaafkan. Lila menunduk, menutupi wjahnya dengan tangannya, kemudian menangis.
Tidak ada satu kata pun yang dapat menggambarkan kemarahan Windy kepada Lila. Hanya satu hal yang dapat menggambarkannya. Yaitu, Windy memfitnah Lila, Windy berkata kepada teman-teman sekelasnya, "Guys, guess what ! Lila sama Edwin mesum di kantin kemarin!"
"Wetz ! Boong lu, Win ?!" Seru ketua kelas XI.2.
"Serius ! Ga percaya ? Tanya aja ama Renata."
"Bener nggak, Ren ?" Tanya temannya yang lain.
"Windy ada benernya juga sih. Kemarin Edwin meluk-melik Lila gitu." jawab Renata.
Mualilah semua orang di kelas membicarakan Lila. Berita itupun menyebar sampai XI.8, yaitu kelas Lila. Lila yang mendengar hal itu menjadi marah. Niatnya untuk meminta maaf kepada Windy dibatalkan. Yang ada di pikirannya kini hanyalah membalas dendam.
Segera Lila membeberkan semua keburukan Windy kepada kepada semua orang yang dikenalnya. Lila berkata bahwa Windy gemar sekali mencontek, rankking yang didapatnya dalah hasil mencontek. Kemudia, Lila berkata bahwa Windy pernah mencuri uang temannya saat masih duduk di bangku SMP. Windy pernag merokok samapai 2 batang per hari, dan lain-lain.
Kini tak ada yang dapat menyelesaikan perselisihan diantara mereka. Semua telah berubah total. Windy dan Lila yang dulu selalu berdua, sekarang saling menjauh. Mereka yang dulu saling memuji, kini menjadi saling menjlek-jelekkan.
Lelah hati Windy mengingat saat itu, saat mereka bertengkar hebat. Kini kamar Windy tak sunyi lagi. Terdengar suara tangis Windy memecah malam yang sangat sunyi itu. Sakit rasanya bila mengingat Edwin yang hingga kini tetap memilih Lila. Berat baginya menjalani kesehariannya dengan musuh yang selalu dilihatnya. Semuanya telah berakhir.
Desember 2008

